Lonjakan harga beras menjadi topik hangat perbincangan belakangan ini karena terus menuai rekor. Namun, lonjakan harga beras tidak sekencang harga gabah. Rata-rata harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani naik 11,69% pada September dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Dibandingkan dengan September tahun lalu (year-on-year/yoy), harga melesat 26,7%. Sedangkan harga Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat petani naik 9,26% mtm dan 27,31% yoy.
Harga beras pada awal Januari 2023 dibanderol Rp 12.650/kg sementara pada September di angka Rp 14.400 atau melambung 13,8%. Harga beras pada Januari atau dua kali lipat dari gabah sementara itu pada September 2023 juga dua kali lipat dibandingkan harga gabah. Kenaikan harga beras seiring dengan kenaikan harga gabah. Namun sayang, berdasarkan data yang ada jika kita bandingkan harga beras dua kali lebih tinggi daripada harga gabah.
Wajarkah demikian gap antara beras dan gabah ini sangat lebar? Sebetulnya faktor produksi menjadi beras tentu saja menjadikan harga beras jauh lebih tinggi sekitar 2x lipat dibanding harga gabah. Namun seharusnya gap nya tidak terlalu jauh. Namun di satu sisi, peningkatan produksi padi tidak signifikan sehingga tidak mampu mengimbangi besarnya kapasitas penggilingan padi. Jadi antara potensi produksi gabah dengan potensi produksi yang bisa diolah oleh penggilingan padi ini jomplang, akibat kelebihan kapasitas itu, terjadi persaingan antar penggilingan. Tentu saja, penggilingan padi besar yang memiliki modal lebih besar jauh lebih mampu menawar gabah petani. Kenaikan harga pun terjadi akibat perebutan itu.
+ There are no comments
Add yours